Arang Galang

0 Komentar

Jalan pun harus ada ujung.
Dewa-penyelamat Galang datang tiba-tiba. Saat itu browsing di internet. Ia ingin cari peluang apa saja. Ia menemukan orang yang lagi mencari bengkel. Yang bisa membuat ujung skru.
“Saya bisa mengerjakannya,” balas Galang.
Tentu Galang bisa mengerjakannya. Sebagai lulusan D3 ITS ia punya alat perbengkelan seadanya. Ia ambil pekerjaan itu. Yang tidak ia duga adalah: pemesan skru itu ternyata lagi punya persoalan: dapat pesanan arang dari luar negeri. Pemesan arang itu membatalkan transaksi. Padahal ia sudah telanjur memproduksi arang. Sudah 3 kontainer. Di rumahnya di Kediri.
Galang mengecek spesifikasi arang itu. Grade tengah-tengah. Cocok dengan permintaan Kasim. Pemilik arang pun setuju dibayar tiga bulan. Daripada tidak laku-laku. Berangkatlah ekspor perdana arang dari eksporter baru: Galang Romadhon.
Setelah itu, Kasim memesan dua kontainer lagi. Lalu dua kontainer ketiga. Galang hampir saja bisa bernafas. Datanglah Covid-19. Ekspor keempatnya tertunda lagi. “Semoga akhir Juli ini sudah bisa ekspor yang keempat,” katanya.
Atau sekaligus dengan yang kelima. “Ada juga permintaan dari Qatar. Saya janjian dikirim akhir Juli juga,” tambahnya. Galang pun terus ingat masa sulitnya. “Saya tidak pernah lari. Saya juga tidak pernah tidak membalas telepon atau WA Mr. Kasim,” kata Galang. “Sekarang beliau adalah pembeli utama dan langganan terpercaya kami,” katanya. “Padahal kami belum pernah temu muka.”
Sang istri baru tahu belakangan kalau ada drama di balik upaya suaminya mencari rezeki. Sang istri, yang memberinya anak dua orang, jualan di online. Apa saja. Galang ternyata harus melewati jalan berliku untuk bisa jadi pengusaha.
Hampir semua pengusaha mengawali hidup mereka dari jatuh bangun. Ada yang setelah jauh bangun lagi. Ada juga yang setelah jatuh terus menikmati kejatuhannya. (Dahlan Iskan)

Laman:

1 2 3
0 Komentar