Memaknai Sila Ketiga “Persatuan Indonesia” Fans Didi Kempot Bagian ke 5

Belajar Ringan Filsafat Pancasila
0 Komentar

Karena saat ini asyabiah muncul dan dimunculkan dan digunakan untuk kepentingan tertentu. Asyabiah/tribalisme model ini memiliki nilai, paham yang ditanamkan dan harus diterima demi menggoalkan tujuan tertentu. Sebab anggota dituntut kesetiaan dan militansi kepada puaknya. Dengan mengabaikan, mendiskriminasi, bahkan meniadakan entitas di luar kelompoknya. Lihat saja kelompok radikal teroris dan koalisi politik kekuasaan, mengandalkan asyabiah atau tribalisme untuk mengait tujuannya tercapai.

Syukurnya, 1.340 suku di Indonesia yang berserakan di 17.466 pulau, masih tetap mengaku Bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia memiliki sebuah komitmen kebersamaan untuk dan atas nama Indonesia. Keragamaan suku, budaya dan agama serta bahasa menjadikan keindahan bagaikan pelangi disenja hari.

Komitmen ke-Indoneisaan yang terpatri, karena bangsa ini memiliki common denominator (satuan penyebut yang sama), yaitu Pancasila. Persatuan Indonesia akan hadir karena adanya pertautan hati. Komitmen yang dibangun untuk mewujudkan Persatuan Indonesia dilandasi ke-Tuhanan, kemanusiaan dan keadilan dan keadaban manusia Indonesia. Walau keadilan sosial dan keadilan hukum masih harus diperjuangkan, rakyat Indonesia masih percaya bahwa Indonesia adalah tumpah darah yang wajib dipuja.

Baca Juga:Hibah Peta Desa untuk Ibu PertiwiMemaknai Survey Kecil untuk Keberlangsungan Program Studi (Bagian 3/habis)

Mewujudkan keadilan sosial, keadilan hukum adalah cita Bangsa Indonesia. Pertautan hati hadir manakala rasa keadilan, persamaan hak, kesamaan kesempatan dan kesejahteraan mewujud dalam kehidupan masyarakat. Inilah yang akan menolak tesisnya Baron Dahrendorf dan Daniel Bell. Menolak asyabiah dan tribalisme.

Pertautan hati bangsa Indonesia mewujud dalam semangat gotong royong. Paling sederhana pertautan hati mewujud dalam kontingan sepakbola atau All England Indonesia. Pertautan hati mewujud dalam fans musik dangdut, campur sari, OI (orang Indonesia, fans Iwan Fals), fans The Godfather of Broken Heartnya Didi Kempot, Tarling (musik daerah dari Cirebon, Gitar dan Suling), Saluang, Lagaligo, Tari Saman, klub arisan, klub catur dan pertautan karena kesamaan hobi lainnya. Lahir alami dan tak terstruktur. Beda dengan influencer yang menangguk untung dari folowernya.

Fans musik dangdut, campur sari, Oi, Didi Kempot dan lainnya, adalah potensi civil society yang paling sederhana dan nyata. Tak bermaksud menyederhanakan makna civil society sebagai masyarakat yang menjalani dan memaknai kehidupannya untuk membangun peradaban. Pertautan hati fans berbagai genre musik atau olah raga atau lainnya merupakan potensi menguatkan persatuan Indonesia. Kelompok civil society ini menjadi gambaran, meleburnya etnisitas, kesukuan, agama dan paham. Civil society model fans musik atau klub olah raga atau lainnya adalah kekuatan yang bisa digerakkan untuk menjaga persatuan Indonesia. Semangat gotong royong, melalui asyabiah fans musik atau olahraga. Asyabiah liquid dan rentan, walau lebih rentan asyabiah koalisi politik.

0 Komentar