Perempuan dan Terorisme

Perempuan dan Terorisme
0 Komentar

Ini seperti apa yang telah dicontohkan Rasulullah saw sepanjang sejarah kenabiannya. Beliau tidak pernah melakukan upaya mengambil kekuasaan dengan jalan kekuasaan.

Beliau hanya mendatangi kabilah-kabilah, mendakwahi mereka dan meminta mereka untuk memberikan nusrah (pertolongan) kepada kaum muslimin. Hal tersebut terus berlangsung sampai kemudian kabilah Aus dan Khajraz dari Yatsrib memberikan nusrah dan memberikan kekuasaan kepada beliau.

Setelah itulah dalam posisi beliau sebagai kepala negara, beliau memimpin umat untuk melakukan jihad terhadap kaum yang memusuhi Islam, serta yang menolak dakwah dan penerapan hukumnya.

Baca Juga:Mampukah Bank Syariah Eksis, di Tengah Gempuran KapitalisJadikan Bulan Ramadhan sebagai Bulan Perjuangan

Namun, perlu dicatat bahwa jihad punya adab yang mulia, seperti tidak boleh membunuh perempuan, anak-anak, orang tua dan para pemuka agama.

Dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata, “Aku mendapari seorang wanita yang terbunuh dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah saw kemudian beliau melarang membunuh kaum wanita dan anak-anak dalam peperangan”.(HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, aksi-aksi teror seperti bom bunuh diri, penabrakan truk, penembakan massal, dan sebagainya, yang dilakukan di tengah2 masyarakat yang tidak dalam kondisi berperang, hukumnya adalah haram.

Kasus merebaknya pelaku pemboman dari kalangan perempuan, membuat agenda kontra radikalisme di kalangan perempuan akan semakin kuat. Jalur-jalur formal dan non formal ditempuh untuk program ini. Dari jalur pendidikan, berbagai pelatihan, pengajian serta penggunaan media massa dan media sosial.

Narasi-narasi kontra radikalisme, deradikalisasi dan moderasi Islam sudah bertebaran di media masa.

Program kontra radikalisme melalui moderasi Islam ini sangat layak diwaspadai, karena intinya deislamisasi. Betapa tidak? Program ini banyak mereduksi ajaran Islam. Jihad terutama, yang berusaha diubah makna dan hukumnya.

Jihad hanya dimaknai sebagai usaha sungguh-sunggu untuk berhasil, bukan berperang. Begitu pun umat dijauhkan dari politik baik secara pemahaman maupun aktifitas politik yang benar.

Baca Juga:Memaknai Sila Ketiga “Persatuan Indonesia” Fans Didi Kempot Bagian ke 5Hibah Peta Desa untuk Ibu Pertiwi

Maka umat boleh salat, berzakat, naik haji dan berkegiatan Islam lainnya. Tapi tidak boleh mengkritik penguasa, tidak boleh menuntut penerapan syariat oleh negara, tidak boleh menolak calon pemimpin kafir dan mau terlibat dalam peringatan hari raya agama lain.

0 Komentar