Beramai-Ramai ‘Teriak’ Vaksin Halal, Padahal Baru Dua Merek Yang Lulus Uji MUI!

Beramai-Ramai 'Teriak' Vaksin Halal, Padahal Baru Dua Merek Yang Lulus Uji MUI! (Dok. Isaak Ramdhani/Fin.co.id)
Beramai-Ramai 'Teriak' Vaksin Halal, Padahal Baru Dua Merek Yang Lulus Uji MUI! (Dok. Isaak Ramdhani/Fin.co.id)
0 Komentar

KESEHATAN – Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) menyayangkan atas keputusan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) yang tetap meloloskan sejumlah merek yang belum terbukti menjadi vaksin halal, sebagai produk untuk menunjang program vaksinasi, termasuk di dalamnya adalah vaksin booster.
Kenyataannya, dari kelimat merek yang diizinkan BPOM untuk penggunaan darurat atau emergency use (EUA) dan sekaligus terbukti halal versi Majelis Ulama Indonesia (MUI), ternyata hanya Coronavac / Sinovac dan Zivifax saja yang lulus uji kehalalan MUI.

Sementara itu, merek lain seperti:

  • Pfizer
  • Moderna

Kedua vaksin ini belum jelas halal atau haramnya, tetapi diperbolehkan untuk vaksin selama dalam keadaan darurat.

  • AstraZeneca, sudah jelas dinyatakan oleh MUI bahwa jenis vaksin itu mengandung formula yang diharamkan.

Direktur Eksekutif YKMI , Ahmad Himawan menilai, perihal yang dijelaskan oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi terkait masih digunakannya vaksin yang tidak halal, belum melihat kepentingan rakyat yang lebih mayoritas.

Baca Juga:Dinas Perhubungan Kabupaten Subang Targetkan Rp1 Miliar dari Retribusi ParkirFitur Aplikasi LinkedIn 2022, Kuat Dugaan Mirip ClubHouse!

Sedangkan, penduduk di Indonesia mayoritas adalah muslim, wajib bagi pemerintah untuk memperhatikan aspek halal dan haram suatu produk sebelum diberikan kepada masyarakat mayoritas. Hal ini yang sejak awal selalu dilisankan oleh MUI.

“Jumlah jamaah umrah dan haji Indonesia dalam setahun itu hanya 600 ribuan. Sangat jauh kecil sekali dengan jumlah muslim keseluruhan di Indonesia yang harus lebih diprioritaskan,” papar Himawan di Jakarta, Rabu, 12 Januari 2022.

Menurut Himawan, dengan kemampuan produksi vaksin dalam negeri oleh PT Bio Farma yang diketahui dapat mencapai sekitar 250 juta dosis setahun, ditambah lagi dengan kemampuan PT Bio Zifivax yang mencapai 360 juta dosis setahun, sehingga totalnya adalah 600 juta dosis lebih.

“Sedangkan kebutuhan vaksinasi 2022 hanya 300 juta dosis, seharusnya ini yang diprioritaskan,” terang Himawan.

Seperti diketahui bahwa tahun 2022, pemerintah akan melakukan vaksinasi terhadap 234,8 juta jiwa dengan rincian 26,5 juta jiwa yakni anak-anak usia 6-12 tahun, dan 208,3 juta jiwa akan diberikan vaksin booster alias vaksin dosis ketiga.

“Daripada anggaran vaksinasi tahun 2022 ini sebesar 36 juta triliun dipakai untuk membeli vaksin yang belum mendapatkan fatwa halal, bagusnya anggaran tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan vaksin halal dalam negeri,” jelas Himawan.

0 Komentar