BANDUNG-Pencanangan Bantuan Operasional Pesantren (BOP) dan Beasiswa Santri sebagai salah satu produk hukum yang telah dibuat oleh Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, tentu akan menarik semua lembaga pesantren agar bisa mendapatkan bantuan operasional tersebut.
Bahkan pesantren-pesantren yang “gulung tikar pun” akan hidup kembali serta tidak menutup kemungkina, akan muncul pesantren-pesantren baru di pelosok daerah seperti saat diberlakukannya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pusat ke sekolah yang menjadi pemantik berdirinya sekolah-sekolah baru.
Tim Penyusun Perda Pesantren Jawa Barat Arie Gifary mengatakan, tidak sedikit kemungkinan hal itu akan memunculkan pesantren-pesantren bohong.
Baca Juga:Berperan Penting Saat Pandemi, Bupati Janji Tingkatkan Honor Kader Kesehatan51 Orang Lulus Seleksi Panwascam
“Waktu saya diundang menjadi narasumber di salah satu kegiatan di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, ada salah satu peserta menyampaikan bahwa di daerahnya ada pesantren yang bernama Al Waduliyah (diambil dari kata wadul dalam Bahasa Sunda yang artinya bohong),” kata Arie sambil tertawa.
Menurut Arie, fenomena Pesantren “Al Waduliyah” ini menjadi sungguh miris dan memprihatinkan, di saat pemerintah daerah akan menggulirkan Peraturan Daerah No. 1 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pesantren. Namun dikhawatirkan juga akan muncul pesantren bohong.
Sebagai langkah awal, kata Arie, untuk memverifikasi kelayakan pesantren yang akan menjadi penerima Bantuan Operasional Pesantren, maka Pemerintah provinsi Jawa Barat melalui Biro Kesejahteraan Rakyat terus berupaya agar data pesantren terus dapat diupdate.
Maka dari itu, menurut Arie, diluncurkanlah program Pendataan Ekosistem Satu Data Lembaga Keagamaan yang melatih petugas pendataan sebanyak 1200 orang dalam bentuk kegiatan Training of Trainer (TOT) sebanyak 12 angkatan.
“Hasil dari program pendataan ini adalah terciptanya database lembaga keagamaan khususnya pesantren di Jawa Barat yang valid dan real sesuai dengan fakta di lapangan,” kata Arie Gifary.
Menurutnya, pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah berawal dari data yang valid. “Dengan good data good decision diharapkan dalam implementasi Perda Pesantren tidak terjadi salah sasaran kepada objek lembaga pesantren di Jawa Barat,“ tuturnya.(yay/ysp)