PASUNDAN EKSPRES – Lima organisasi profesi kesehatan mengeluarkan desakan kepada DPR untuk segera menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dalam omnibus law.
Tuntutan ini disampaikan saat mereka menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR.
“Di dalam pembahasan RUU Kesehatan masih banyak substansi yang tidak atau yang belum masuk,” ujar Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Adib Khumaidi, dalam aksinya.
Baca Juga:Orang Tua Kepung SMAN 1 Kalijati Subang, Protes Anaknya Tak Diterima dalam PPDB 2023RUU Kesehatan akan Disahkan Hari Ini, Dokter dan Tenaga Kesehatan Gelar Demonstrasi di Depan Gedung DPR RI
Berikut adalah beberapa alasan yang mereka kemukakan sebagai penolakan terhadap RUU tersebut:
1. Tanpa Kepastian Hukum bagi Organisasi Profesi
RUU Kesehatan dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait organisasi profesi seperti kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, dan apoteker.
Dalam RUU ini, terdapat 9 undang-undang yang mengatur bidang keprofesian dan kesehatan yang dihilangkan.
Beberapa undang-undang yang dihapus tersebut antara lain UU No. 4/1984 tentang Wabah Kesehatan Menular, UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan.
UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa, UU No. 36/2004 tentang Tenaga Kesehatan, UU No. 38/2014 tentang Keperawatan, UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan UU No. 4/2009 tentang Kebidanan.
Menurut Adib, penghapusan undang-undang yang mengatur bidang keprofesian tersebut akan berdampak pada kepastian hukum profesi tersebut.
Ia berpendapat bahwa RUU ini belum dapat menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga medis atau tenaga kesehatan.
Baca Juga:MPLS SMA 2023, Bagi Siswa Baru Perhatikan Aturan-aturan Ini7 Sepatu Sneakers Hitam untuk Tampil Keren ke Sekolah, Pakai Sepatu Ini Dapat Gebetan Dijamin Gampang
“Pertama, berkaitan dengan profesi, ada pasal-pasal dalam RUU ini belum memenuhi unsur-unsur perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga medis/kesehatan,” ujarnya.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Emi Nurjasmi.
Dia menyoroti bahwa RUU tersebut tidak memberikan kepastian terkait kontrak kerja bagi tenaga medis dan kesehatan.
“Belum tampak perbaikan dari perlindungan (hukum) bagi tenaga medis dan kesehatan dalam hal kontrak kerja, sebagaimana UU yang sudah ada yang seharusnya dapat diatur dalam peraturan perundang-undangan tingkat lebih spesifik,” tutur Emi Nurjasmi.
2. Pembiayaan Tenaga Kesehatan Dihilangkan
Adib berpendapat bahwa RUU tersebut telah menghilangkan anggaran pembiayaan tenaga kesehatan sebesar 10 persen yang sebelumnya tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).