Inilah 5 Alasan Kenapa IDI Tolak RUU Kesehatan

ruu kesehatan
Demo RUU Kesehataan oleh Dokter dan Nakes/tangkapan layar: kompastv
0 Komentar

“Kemudian, berkaitan dengan mandatory spending (pembiayaan oleh negara), anggaran yang sebelumnya ada di sektor kesehatan, telah diusulkan dalam RUU yang diajukan oleh badan legislatif, yaitu sebesar 10 persen dari APBN dan APBD, tetapi kemudian dihilangkan oleh pemerintah,” jelas Adib.

3. Proses Penyusunan RUU yang Kurang Transparan

Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, mengungkapkan bahwa dalam proses penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan, kelima organisasi profesi sebagai pemangku kepentingan tidak dilibatkan secara memadai.

Bahkan, menurutnya, aspirasi dan masukan dari organisasi profesi tersebut cenderung diabaikan.

Baca Juga:Orang Tua Kepung SMAN 1 Kalijati Subang, Protes Anaknya Tak Diterima dalam PPDB 2023RUU Kesehatan akan Disahkan Hari Ini, Dokter dan Tenaga Kesehatan Gelar Demonstrasi di Depan Gedung DPR RI

“Seruan para tenaga medis dan kesehatan terkait RUU Kesehatan seperti angin lalu bagi pemerintah, seperti halnya yang terjadi sebelumnya dalam pembuatan UU Cipta Kerja yang kurang transparan,” ungkapnya.

4. Risiko Impor Tenaga Kesehatan Asing

Pasal 235 dalam RUU Kesehatan memperbolehkan dokter asing untuk bekerja di rumah sakit Indonesia.

Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Usman Sumantri, berpendapat bahwa “impor” tenaga kesehatan asing dapat membawa risiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.

Ia menyatakan bahwa pemerintah seharusnya lebih mengutamakan tenaga kesehatan dalam negeri guna menjaga pemerataan pelayanan kesehatan.

“Pemerataan pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan memaksimalkan peran dan kemampuan tenaga medis/tenaga kesehatan yang ada di Indonesia,” ujar Usman.

5. Perubahan Aturan Terkait Aborsi

Adib menyampaikan keprihatinannya terkait pasal RUU Kesehatan yang berkaitan dengan aborsi, yang dapat meningkatkan angka kematian.

Sebelumnya, pasal tersebut membatasi aborsi hingga 8 minggu kehamilan. Namun, dalam RUU ini, aborsi diperbolehkan hingga 14 minggu.

Baca Juga:MPLS SMA 2023, Bagi Siswa Baru Perhatikan Aturan-aturan Ini7 Sepatu Sneakers Hitam untuk Tampil Keren ke Sekolah, Pakai Sepatu Ini Dapat Gebetan Dijamin Gampang

“Berkaitan dengan kepentingan rakyat, beberapa hal yang belum menjadi perhatian adalah pasal aborsi yang mencapai 14 minggu, yang berpotensi meningkatkan angka kematian ibu,” ungkapnya.

Selain itu, beberapa poin lain yang menjadi sorotan adalah proses pembahasan RUU yang terkesan terburu-buru, serta kurangnya keterlibatan dan pendengaran terhadap kelima organisasi profesi sebagai pemangku kepentingan.

Dalam tanggapannya, Juru Bicara IDI, Beni Satria, mengkritik proses pembahasan RUU Kesehatan yang terkesan dipercepat untuk disahkan.

“Draf RUU ini baru dideklarasikan sebagai inisiatif pemerintah pada bulan Februari. Sekarang sudah bulan Juni, mengapa ingin dipaksakan untuk disahkan pada bulan Juli?” tanya Beni.

0 Komentar