PASUNDAN EKSPRES – Pertama-tama, saya tidak merekomendasikan Film Talk to Me kepada mereka yang masih dalam perawatan ataupun baru saja dinyatakan sembuh secara medis dari gangguan kesehatan mental.
Kedua, saya juga tidak merekomendasikan film garapan YouTuber kembar asal Australia, Danny dan Michael Philippou, ini kepada mereka yang belum bisa melepaskan trauma ataupun bayangan akan adegan mengerikan macam saga Final Destination, serta fobia akan darah.
Bagi saya, film yang ditulis Danny bersama Bill Hinzman berdasarkan konsep karangan Daley Pearson ini akan langsung menghujam siapapun yang masih belum sembuh dari dua hal di atas, bahkan di menit-menit pertama.
Baca Juga:Jalan Sehat Perumda Tirta Rangga Subang untuk Peringati HUT RI dan Sosialisasi Pembayaran Digital Berlangsung MeriahKampung Bebas Narkoba di Ciater, Bentuk Partisipasi Kontribusi Warga Cegah Narkoba
Duo Philuppou dan Hinzman jelas tampak tak mau setengah-setengah membuat film horor yang membuat penontonnya trauma atau berpesta dengan sajian yang mengganggu kenyamanan.
Selama 95 menit, Talk to Me sukses berbicara dan merasuk kepada mereka yang menantikan film yang sanggup membuat penontonnya menahan nafas.
Sehingga, Talk to Me memang menjadi pesta yang sudah lama dinanti oleh mereka penggemar film macam Final Destination atapun Saw, atau mereka yang menggemari horor tanpa ada ‘batasan’ tertentu.
Duo Philippou dan Hinzman sungguh mengemas 95 menit Talk to Me dengan sangat padat dan efisien.
Mulai dari perkenalan, masalah atau konflik, tragedi, hingga penyelesaian dengan balutan horor dan gore tanpa istirahat panjang.
Film ini bukan film berisikan berbagai adegan seseorang membunuh atau menyiksa dengan cara yang sadis.
Justru, Talk to Me memperlihatkan bagaimana kengerian halusinasi dan bermain-main dengan dunia lain dengan cara yang brutal.
Baca Juga:Didukung DLH Polri Tanam Pohon, Tanggulangi Polusi UdaraFinal Piala AFF U-23 2023, Timnas Indonesia vs Vietnam: Penentuan Tim Paling Sukses Sepanjang Sejarah
Gambar bergerak yang memberikan tekanan psikologis kepada penonton sebenarnya sudah banyak, misalnya saja macam Blonde yang kisahnya berkutat dengan depresi dan cukup menguras psikologi saya.
Namun bagi saya, Talk to Me yang paling bisa memberikan visualisasi istilah “devils in me” yang biasa dicurhatkan oleh mereka dengan gangguan kesehatan mental, termasuk skizofrenia.
Sebagai penggemar horor, saya sangat menyukai bagaimana duo Philippou menggambarkan dunia gaib dan penghuninya.
Lengkap dengan tata rias dan prostetik luar biasa dari tim rias serta kostum, Talk to Me sebenarnya sajian horor yang menyenangkan.