Dan tragedi yang paling memilukan itu pun terjadi. Ketika Amerika Serikat dan 44 negara lainnya menyepakati pilar-pilar dalam Konferensi Bretton Woods.
Konferensi ini menciptakan liberalisasi ekonomi lintas negara di bawah pengawasan institusi-institusi keuangan yang dibentuk oleh Amerika Serikat, dan menetapkan dolar sebagai standar nilai tukar emas, yang artinya menjadikan dolar sebagai standar perbankan internasional.
Intrik politik pun berlanjut, ketika Amerika Serikat mencetak dolar melebihi kapasitas emas sehingga terjadilah resesi ekonomi. Yang membuat negara-negara di dunia terperosok ke dalam jeratan hutang, namun di sisi lain menjadikan Amerika Serikat sebagai negara superior di dunia.
Standar Mata Uang Kertas
Baca Juga:Banjir, Jangan Salahkan AdministrasiNestapa Penanganan Pandemi yang Tak Kunjung Usai
 Amerika Serikat secara resmi melepaskan patokan mata uang dolar-nya pada tahun 1971, dan secara otomatis mata uangnya menerapkan sistem fiat money (mata uang kertas).
Fiat money adalah mata uang kertas yang tidak dijamin oleh benda berharga lainnya. Menurut kamus Webster New World Dictionary, fiat money adalah “mata uang yang nilainya ditetapkan berdasarkan fiat (keputusan), yang tidak dijamin, tidak dapat ditukarkan dengan emas atau perak”.
Karena tidak adanya jaminan atau tidak dapat ditukarkan dengan emas atau perak itulah yang menjadikan mata uang kertas sebagai salah satu faktor terjadinya krisis ekonomi.
Sejarah telah membuktikannya. Keruntuhan Konferensi Bretton Woods misalnya, hal tersebut terjadi karena Amerika Serikat mencetak dolar melebihi kapasitas emas sehingga terjadi resesi ekonomi. Dan bukti nyata bagi bangsa ini adalah krisis global yang menerpa negara-negara Asia Tenggara pada tahun 1997. Dimana di Indonesia nilai mata uang rupiah melemah (inflasi) yang mengakibatkan harga barang mengalami kenaikan. Akibatnya masyarakat kelaparan, penjarahan bahan pangan terjadi dimana-mana.
Perlu diketahui bahwa harga setiap komoditas atau barang mengalami kenaikan atau penurunan sesuai dengan hukum permintaan. Bila penawaran meningkat, maka permintaan akan berkurang. Demikian juga dengan nilai tukar uang.
Yang artinya bahwa mata uang kertas selalu mengalami gejolak fluktuasi, naik-turun nya senantiasa mengikuti krisis (tidak memiliki stabilitas). Dan peristiwa wabah virus Corona ini semakin membuka mata kita bahwa mata uang kertas akan senantiasa menghadapi persoalan demi persoalan yang tak berkesudahan.