Sejak LKPP dipimpin mantan Bupati Banyuwangi Azwar Anas, jumlah isi katalog itu ”meledak”. Persaingan antar pengusaha kian keras.
”Tingkat persaingan di e-katalog saat ini bisa 50 kali lebih keras daripada dua tahun lalu,” ujar pengusaha mebel Jakarta. Ia masuk e-katalog sejak lima tahun lalu. Sejak jauh sebelum dipimpin Anas.
Lucunya, atau boneknya, produk yang tidak punya sertifikat TKDN pun berani masuk e-katalog. TKDN adalah singkatan ”tingkat komponen dalam negeri”.
Baca Juga:Sinopsis Film Ngeri-ngeri Sedap yang Bikin Luhut NangisDiikut 750 Santri, Porsadin Akan Berlangsung Meriah
TKDN itu harus paling rendah 40 persen. Satu produk baru boleh disebut sebagai produk dalam negeri kalau ”unsur” impornya tidak lebih dari 60 persen.
Kian tinggi TKDN, kian prioritas untuk dibeli. Mestinya. Pun ketika harganya sedikit lebih mahal daripada yang impor.
”Maaf, kita ini pintar-pintar, tapi kok caranya bodoh sekali, saya harus ngomong apa adanya. Ini uang APBN loh, ini uang APBD loh, belinya produk impor. Nilai tambahnya yang dapat negara lain, lapangan kerja yang dapat orang lain, apa enggak bodoh?” kata presiden.
Untuk membuktikan produk Anda bodoh atau tidak –ups salah. Untuk membuktikan produk Anda punya komponen dalam negeri atau tidak, Anda harus mengurus sertifikat. Sertifikatlah yang menentukan semua itu.
Yang berhak mengeluarkan sertifikat adalah Kementerian Perindustrian. Anda harus mengurus ke sana. Barang Anda akan diperiksa. Lalu, keluarlah sertifikat: berapa persen TKDN Anda. Anda berhasil. Atau Anda tidak berhasil. Bisa saja Anda gagal mendapat sertifikat karena tidak bisa membuktikan asal-usul komponen itu. Atau tidak mampu membayar biayanya.
Padahal, sertifikat TKDN itu harus ”dilampirkan” di kolom TKDN di aplikasi e-katalog LKPP.
Mungkin banyak UMKM yang berat bayar biaya sertifikasi TKDN. Mereka memilih berspekulasi: masuk saja ke e-katalog LKPP. Pun tanpa sertifikat TKDN. Toh tidak dicekal. Tidak diperiksa.
Baca Juga:Wawan Cahyana Sukseskan Sembilan PemiluDana Alokasi Umum Tidak Naik, Pemkab Subang Kesulitan Bayar Gaji PPPK?
Dan lagi, mereka memang bisa mempertanggungjawabkan TKDN-nya lebih dari 40 persen –di depan Tuhan sekalipun. Tapi, yang membeli barang itu bukan Tuhan.
Para pejabat pembeli barang memerlukan sertifikat itu. Agar tidak dianggap salah. Sertifikat bisa lebih penting daripada kenyataan.