Pojokan 142, Sakralisasi profan

Pojokan 142, Sakralisasi profan
Pojokan 142, Sakralisasi profan
0 Komentar

Pojokan 142, Sakralisasi profan

Agama apapun ketika menyangkut perintah Tuhan, sepakat, tak patut memunggungi perintah-Nya. Termasuk perintah untuk bekerja.

Bekerja untuk memakmurkan, menjaga dan hasilnya bermafaat untuk sesama. Hakekat bekerja untuk memenuhi perintah Tuhan ini, sama dalam pandangan agama-agama. Beda dalam praktek.

Orang Jerman bernama Maximilian Weber (21 April – 14 Juni 1920), menilai pekerjaan manusia adalah bagian dari perintah Tuhan.

Baca Juga:PLN dan Himbara Akan Permudah Masyarakat Miliki Motor ListrikHarga HP Samsung Galaxy S23 Series 5G dan Galaxy S23 Ultra Harga, Lengkap Deretan Hacks yang Bikin Ngiler!

Dalam pandangan Weber, keselamatan dunia dan akhirat, salah satunya, diusahakan dengan bekerja mencari uang sebagai perintah dari Tuhan.

Titik pandangnya dimulai dari mengedepankan keberhasilan di dunia (harta dan tahta) menjadi jalan keselamatan dunia, yang akan berdampak pada keselamatan akhirat.

Bagi logikanya weber, tidak ada istilah mengorbankan kehidupan di dunia demi kehidupan di akhirat.

Bahkan dalam pandangan Karl Max, fungsi agama haruslah mendatangkan keuntungan secara materi.

Pojokan 142, Sakralisasi profan

Mark percaya bahwa pada dasarnya manusia memiliki tabiat produktif, bertahan hidup dengan cara mengelola alam.

Disini letak perbedaan titik tumpu dan titik tuju pandangan “bekerja” dalam perspektif Karl Max, Weber dan agama.

Agama – khususnya Islama, justru memandang Akhirat menjadi tujuan utama, dan memandang kehidupan dunia sebagai pelengkap saja.

Tidak menjadi perhatian utama.

Baca Juga:Menu Mixue Ice Cream, Es Krim Viral Pencari ‘Hati’ Kosong, Cek di Sini Maret 2023Link Google Form Lucu, Kumpulan Link Lucu Google Form Mulai Tes Bucin, Tes Depresi dan Tes Psikopat

Lebih mengutamakan kehidupan askestisisme dari pada kehidupan profan (duniawi). Padahal ada adagium “kehidupan dunia adalah ladang akhirat”.

Pandangan dunia adalah ladang akhirat sebenarnya sebangun dengan tesis Weber dalam “Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme”.

Konteks kehidupan dunia menjadi modal kehidupan akhirat, menunjukkan bahwa kemakmuran, kesejahteraan dan kemapanan dalam kehidupan dunia bisa berdampak pada kesejahteraan, kemapanan dan kemakmuran kehidupan akhirat.

Tentu jika tidak berlebihan, lupa diri (Q.S. At-Takatsur) dan mengingat kewajiban untuk mengentaskan kehidupan orang lain yang masih belum sejahtera  (Q.S. Al-Maun).

Inilah yang seharusnya menjadi dasar, dalam mengarungi peran kita dalam kehidupan. “Menguatkan fondasi kehidupan dunia kita, untuk bisa mengentaskan kehidupan sesama yang berdampak pada kehidupan ukhrawi kita”.

Pemikiran Weber dan adagium ini, sebetulnya bisa jadikan motivasi oleh kita, untuk lebih giat lagi memahami ayat-ayat kauniyah yang terdapat Al-Kitab, terkait dengan hal pekerjaan (ekonomi), mencari dan memanfaatkan harta sesuai dengan perintah Allah (asketisisme).

0 Komentar