Solusi Islam Menghadapi Permasalahan Pendidikan

Solusi Islam Menghadapi Permasalahan Pendidikan
0 Komentar

Oleh: Elin Marlina, A.Md.

Mendapat kesempatan untuk mengenyam pendididkan di bangku sekolah adalah harapan setiap anak dan juga bagi orangtua. Namun sayang, harapan masih jauh dari realita yang ada. Seperti kenyataan pahit yang dialami Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang masih memiliki angka putus sekolah cukup tinggi.

Hal ini ditanggapi oleh anggota DPRD Kabupaten Bandung KH. Wawan Sofwan usai mengikuti Musrenbang Tingkat Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, Rabu 17 Februari 2021. Ia merasa prihatin atas keadaan yang terjadi. Betapa tidak, seharusnya anak-anak usia sekolah tersebut mengenyam pendidikan yang berkualitas untuk bekal masa depannya nanti. Imbas terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kecamatan Kertasari tak terelakkan jika masih banyak anak yang putus sekolah. Layaknya domino, IPM Kecamatan akan mempengaruhi IPM Kabupaten yang akhirnya akan berimbas pula pada IPM Nasional. (pojokbandung.com)

Fenomena putus sekolah di Indonesia bukanlah barang langka. Pasalnya, berdasarkan data UNICEF tahun 2016 sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia Sekolah Dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Adapun faktor yang menyebabkan anak putus sekolah beberapa diantaranya adalah:
1. Faktor ekonomi, anak terpaksa tidak bersekolah dan bekerja untuk membantu orangtua mencari uang. Realitasnya, penarikan anak dari pekerjaan tidaklah mudah. Ekonomi yang buruk menjadikan seluruh anggota keluarga dipaksa turut mencari nafkah. Ibu dan anak pun turut menjadi penyambung nafas keluarga. Lalu, jika anak dilarang bekerja, mereka sebagai keluarga miskin harus memenuhi kebutuhannya dari mana?

Baca Juga:Kepemimpinan Islam Satu-satunya Tumpuan HarapanRevisi UU ITE, Akankah Memberikan Rasa Keadilan?

2. Akses yang sulit serta infrastruktur yang minim di daerah pelosok, anak-anak harus menempuh jarak yang sedemikian jauhnya untuk sampai ke sekolah mereka. Bahkan medan tempuh yang harus mereka lalui tidak mudah, belum lagi diperparah dengan rusaknya akses jalan.

3. Faktor lingkungan, pergaulan anak yang menyimpang bisa menyebabkan anak berbuat semaunya sendiri. Hal ini dipengaruhi juga oleh peran pengawasan dari orang tua.

4. Stress akibat situasi pandemi, padatnya tugas daring serta sarana dan prasarana yang minim meningkatkan tekanan pada diri anak. Tak jarang yang sakit, stress, hingga akhirnya putus sekolah.

0 Komentar