Pengertian I’Tikaf dan Cara Melaksanakannya, Agar Penghujung Ramadhan Penuh Berkah!!!

Pengertian I'Tikaf dan Cara Melaksanakannya, Agar Penghujung Ramadhan Penuh Berkah!!!
Pengertian I'Tikaf dan Cara Melaksanakannya, Agar Penghujung Ramadhan Penuh Berkah!!!
0 Komentar

Pengertian I’Tikaf dan Cara Melaksanakannya, Agar Penghujung Ramadhan Penuh Berkah!!!

Pengertian i’tikaf secara etimologi yaitu berdiam diri di masjid dan disertai niat. Tujuan i’tikaf semata-mata untuk Ibadah Kepada Allah, lebih khusus lagi ibadah yang biasanya dilaksanakan di masjid. Niat beri’tikaf tersebut beragam, misal menghormati masjid, berdzikir, belaajar Agama, dan lain sebagainya.

Pengertian i’tikaf juga dapat kita simpulkan bahwa i’tikaf adalah serangkaian amalan yang sunnah dikerjakan ketika bulan ramadhan, terlebih lagi menjelang akhir ramadhan, atau 10 hari terakhir ramadhan, sangat dianjurkan untuk melaksanakan i’tikaf.

Nabi Muhammad S.A.W bersabda:

مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ

Yang Artinya: “Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir,”  (H.R. Ibnu Hibban). 

Baca Juga:Polres Apresiasi Program Desa RawaleleTahun 2021 Mendapat Kucuran Rp4,9 Miliar Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, Lima Dinas Kecipratan

Keutamaan I’Tikaf

Menjadi salah satu bagian ikhtiar untuk meraih keutamaan dari upaya meraih keutamaan malam Lailatul Qadar di sepuluh akhir bulan ramadhan.

I’Tikaf Dilakukan di Masjid atau Boleh di Rumah?

Dalam situsi normal (bukan wabah/padnemi), sangat dianjurkan i’tikaf dilaksanakan di masjid, seperti pendapat mayoritas ulama Mazhab Empat (Madzahib al-Arba’ah).

Mayoritas ulama berpendapat bahwa melakukan i’tikaf adalah di Masjid. Terkecuali dalam kondisi udzur, misalnya disebabkan ada wabah dan pandemi yang menular, maka i’tikaf tidak masalah di rumah, (Masjid Al-Bait =  Masjid Rumah).

I’tikaf Bagi Perempuan Menurut Imam Abu Hanifah dan Qaul Qadim (pendapat lama) Imam Syafi’i.

Bagi Perempuan, Melakukan  i’tikaf di rumah yaitu di dalam ruangan khusus untuk shalat, maka hukumnya adalah sah.

I’Tikaf Bagi Laki-laki Menurut sebagian Ulama Mazhab Syafi’ie

Melakukan i’tikaf di rumah bagi laki-laki adalah Sah, dengan acuan nalar:

“Jika shalat sunnah saja yang paling utama dilakukan di rumah, maka i’tikaf di rumah semestinya bisa dilakukan”.

Imam Ar-Rafi’i pernah Menyampaikan:

ولو اعتكفت المرأة في مسجد بيتها وهو المعتزل المهيأ للصلاة هل يصح فيه قولان (الجديد) وبه قال مالك وأحمد لا لان ذلك الموضع ليس بمسجد في الحقيقة فأشبه سائر المواضع ويدل عليه ان نساء النبي صلى الله عليه وسلم كن يعتكفن في المسجد ولو جاز اعتكافهن في البيوت لاشبه ان يلازمنها (والقديم) وبه قال ابو حنيفة نعم لانه مكان صلاتها كما ان المسجد مكان صلاة الرجل وعلي هذا ففى جواز الاعتكاف فيه للرجل وجهان وهو اولي بالمنع ووجه الجواز ان نفل الرجل في البيت افضل والاعتكاف ملحق بالنوافل

Baca Juga:Lulusan SMK Memilih jadi Petani Bawang, Melanjutkan Pertanian dan Ilmu dari BapakRasa Cinta Kepada Allah

“Wanita melaksanakan i’tikaf di masjid rumahnya, maksudnya adalah ruangan tempat menyendiri (di rumah) yang diperuntukkan untuk shalat, apakah hal tersebut sah? Dalam permasalahan ini terdapat dua pendapat . Qaul jadid (pendapat baru Imam Syafi’i), Imam Malik dan Imam Ahmad berpandangan tidak sah, sebab tempat tersebut bukanlah masjid secara hakiki, karena tak ubahnya seperti tempat-tempat lainnya. Pendapat ini juga didasari dalil bahwa para istri Rasulullah melaksanakan i’tikaf di masjid. Kalau saja boleh beri’tikaf di rumah, niscaya mereka menetapkannya.  Qaul qadim dan Abu Hanifah berpendapat boleh i’tikaf di rumah (ruangan yang dikhususkan shalat), sebab tempat tersebut merupakan tempat shalat bagi wanita, seperti halnya masjid merupakan tempat shalat bagi laki-laki. Berdasarkan pandangan ini, maka dalam bolehnya i’tikaf di rumah bagi laki-laki juga terdapat dua pendapat, meskipun lebih utama bagi laki-laki untuk tidak i’tikaf di tempat tersebut. Dalil bolehnya i’tikaf di rumah bagi laki-laki adalah pemahaman bahwa shalat sunnah bagi laki-laki yang paling utama adalah dilaksanakan di rumah, maka ibadah i’tikaf mestinya sama dengan ibadah shalat sunnah” (Syekh Abdul Karim bin Muhammad ar-Rafi’i, al-‘Aziz Syarh al-Wajiz, huz 6, hal. 503)

0 Komentar