Kisah Jembatan Kali Sewo, Cerita Ronggeng dan Perjanjiannya dengan Buaya Putih

Kisah Jembatan Kali Sewo
Kisah Jembatan Kali Sewo
0 Komentar

PASUNDAN EKSPRES – Kisah jembatan kali sewo atau tradisi kali sewo, sangat menarik perhatian masyarakat luas baik masyarakat sekitar jembatan kali sewo maupun masyarakat luar dari kawasan tersebut.

Ada sebuah tradisi dari kisah jembatan kali sewo tidak hilang ditelan waktu, tetapi malah semakin banyak pihak yang terlibatnya di dalam tradisi tersebut.

Jalur pantai utara Jawa atau biasa yang disebut Pantura, Kabupaten salah satu rute perjalanan dari Jakarta menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Baca Juga:Inilah Fakta-fakta soal pembukaan Piala Dunia 2022 yang Harus Kamu KetahuiHasil Senegal Vs Belanda, Kesulitan di Awal Baru Bobol di Akhir

Sisi lain dari jalur ini merupakan fenomena orang-orang yang berjejer di pinggir jalan dengan memegang sapu lidi.

Sapu tersebut bukan untuk membersihkan jalan melainkan mereka menyapu uang yang dilempar oleh pengendara motor atau mobil hal tersebut merupakan bagian dari tradisi masyarakat setempat.

Apabila pengendara melewati jalur Pantura melihat jembatan di perbatasan Subang-Indramayu Jawa Barat yang dipenuhi orang-orang di pinggir jalan maka pengendara tersebut berada diatas jembatan Sewo.

Disinilah orang-orang tersebut mengawasi pengendara melempar koin.

Kisah jembatan Kali Sewo, Berawal dari Saedah dan Saeni

Faktor penyebab dalam legenda jembatan kali Sewo berawal dari adanya seorang kakak beradik bernama Saedah dan Saeni mereka sering aktif dalam pementasan seni tari ronggeng.

Dimana Saedah sebagai penabuh gendang, dan Saeni penarinya. Mereka selalu menampilkan kesenian tradisonal tersebut di pinggir jalan sekitar jembatan kali Sewo Indramayu.

Sebelum jadi penari mereka sama-sama merupakan penabuh gendang, dan berasal dari kalangan kebawah, kemudian kakak beradik tersebut menjadi kaya karena mengikuti ritual perjanjian bersama buaya putih atas arahan kakek atau sesepuhnya.

Semakin kental tradisi tersebut ketika ada kecelakaan yang menimpa salah satu rombongan bus yang hendak membawa transmigran asal Boyolali, pada 11 Maret 1974 silam.

Baca Juga:Hasil Inggris VS Iran, Pesta Gol Pertama di Piala Dunia 2022, Trio Maguire jadi SorotanUpdate Korban Gempa Bumi Cianjur, 162 Orang Meninggal Dunia Mayoritas Anak-anak

Rombongan transmigran tersebut hendak menuju Sumatera Selatan, namun salah satu bus yang membawa rombongan tersebut tergelincir kemudian masuk ke sungai dan terbakar di kali Sewo Desa Sukra Kabupaten Indramayu.

Musibah tersebut terjadi pada pukul 04.30 dini gari. Sebanyak 67 jiwa yang terdiri dari orang dewasa serta anak-anak tewas akibat kejadiaan kecelakaan tersebut.

0 Komentar