Data Tak Transparan, Wabah Tak Kunjung Hilang

gejalan antraks pada manusia
gejalan antraks pada manusia
0 Komentar

Oleh: Rianny Puspitasari

Pendidik

Setahun sudah virus Corona membersamai kehidupan masyarakat Indonesia dan dunia. Dampak terhadap semua lini kehidupan pun sangat terasa, dari mulai ekonomi, pendidikan, terlebih tentu bidang kesehatan. Vaksin sudah ditemukan, proses penyebarannya yang bertahap sedang dijalankan. Berharap wabah segera berlalu, tentu adalah keinginan semua orang di dunia.

Sampai saat ini, secara umum di Indonesia sendiri jumlah kasus positif masih lumayan tinggi. Untuk wilayah tertentu kadang naik turun, sebagai contoh di Kabupaten Bandung. Adakalanya kurva meningkat, juga menurun. Pada bulan Februari 2021 pekan ketiga, jumlah kasus Covid-19 dikabarkan mengalami penurunan drastis dibandingkan pekan sebelumnya. Bersumber dari data yang diperoleh pada laman khusus Kabupaten Bandung per Minggu 21 Februari 2021, kasus positif yang terkonfirmasi aktif berjumlah 928 kasus. Kecamatan Cileunyi menjadi wilayah yang paling banyak terpapar Covid-19 dengan jumlah 95 kasus. Namun ada hal yang mengganjal, kondisi lahan yang diperuntukkan bagi pasien meninggal karena Covid-19 warga Kabupaten Bandung di TPU Cikoneng, Kecamatan Cileunyi terus bertambah, hingga saat ini sudah terisi sebanyak 122 lubang. (portalbandungtimur.pikiran-rakyat.com, 21/02/21)

Masalah transparasi data Covid-19 memang sudah banyak dipertanyakan, bahkan dari awal munculnya kasus hingga sekarang. Diantara yang dianggap buruk adalah penyampaian soal pendataan, pelaporan dan informasi, terutama terkait dengan hasil tes, tracing, dan angka kematian kepada publik. Buruknya penyampaian data dan informasi ini membuat masyarakat kebingungan dan memunculkan ketidakpercayaan.

Baca Juga:Virus Bermutasi, Pandemi Tak Kunjung Menemukan SolusiToleransi yang Intoleran

Tentu hal ini berdampak pada sulitnya pencegahan penyebaran virus Covid-19. Perbedaan data daerah dan nasional mengenai jumlah kasus menjadi indikasi bahwasannya ada masalah dengan transparansi data.  Belum lagi fenomena gunung es yang besar kemungkinannya terjadi, jumlah kasus yang sebenarnya lebih banyak dari jumlah yang dilaporkan.

Ketidakterbukaan pemerintah dalam data kasus Covid-19 disinyalir hanya akan menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam penanganan kasus. Dengan terbukanya data, dikhawatirkan akan memperlihatkan besarnya kasus sehingga seolah akan menelanjangi kegagapan dan ketidakberdayaan penguasa dalam menyelesaikan masalah. Belum lagi tanggung jawab yang akan ditimpakan pada pemerintah semakin berat jika besarnya kasus sampai ke publik. Tentu hal ini akan sangat dihindari, terlebih oleh rezim yang sangat mementingkan pencitraan.

0 Komentar