The Lost Piece Memory

Cerpen
Ilustrasi cerpen. /Pixabay/susan-lu4esm
0 Komentar

“Ehem. Siang anak-anak, buka buku paket IPA kalian halaman 16 dan LKS halaman 13. Kerjakan semuanya dan kumpulkan sebelum bel pulang.” Ucap bapak-bapak berusia sekitar 40-an itu.

“Banyak banget sih pak soalnya, boleh dikurangin ga, Pak?” keluh Gema si ketua kelas yang terpaksa menjabat posisi itu karena di awal masuk kelas tak ada yang bersedia.“Tidak ada pengurangan soal, jika ada yang mengeluh lagi akan saya tambah soalnya.” Tukas sang guru yang sebenarnya sudah terkenal tega saat memberikan tugas.

Tanpa babibu, segera setelah mendengar hal itu mereka berhenti mengeluh dan menggerutu. Murid kelas 4A langsung mengerjakannya karena soal yang diberikan cukup banyak dan khawatir waktunya tidak akan cukup.

Baca Juga:Sekda Jabar Lepas 2.034 Pemudik di Terminal CicaheumDorong Transformasi Digital, Sekda Herman: Digitalisasi Harus Berdampak pada Kesejahteraan Masyarakat

Kreekk (Suara kursi bergeser)Seperti biasanya, Bulan dan Bintang selalu berbarengan selesai dan mengumpulkan tugas apapun, saudari kembar tak seiras ini bahkan tidak berniat seperti itu. Yah, mungkin pembagian kepintaran otak mereka seimbang saat lahir. Nilai rapor keduanya selalu bagus dengan selisih nilai yang berbeda sangat tipis.

Tak jarang pula mereka bergilir menempati ranking pertama dan kedua. Bulan tidak pernah merasa tersaingi oleh saudarinya, sedangkan Bintang sebaliknya. Hal ini pun sudah terjadi sedari mereka kecil.

Devan dan beberapa murid lainnya masih belum selesai dan jam sudah menunjukkan angka 2 kurang 15 menit. Dean yang sedang sibuk dan sedikit panik mencari jawaban dari tiga soal terakhir seketika mendapati dirinya

menerima sebuah pesawat kertas yang baru saja melandas di mejanya yang berada di pojokan kelas. Ia tidak tahu darimana arah persisnya pesawat ini diterbangkan. Ada tulisan ‘open this’.

“Wih, apaan nih. Iseng banget dah yang ngebuat ini terus lemparnya kesini.” Gumam Devan.

Setelah ia buka, isi dari suratnya langsung membuatnya tersenyum sumringah. Dirinya yang tidak pernah hafal bentuk tulisan temannya seketika sangat penasaran, siapa yang menulis itu? Dan mengapa ia merasa hal ini familiar baginya?

Tepat dua menit sebelum bel semuanya sudah mengumpulkan tugas dari Pak Azam. Mereka bersiap untuk pulang, lalu berdoa.Tring!! Tring!! Tring!!

0 Komentar