The Lost Piece Memory

Cerpen
Ilustrasi cerpen. /Pixabay/susan-lu4esm
0 Komentar

“Wah, kenapa dia, Bin? Kita jauh-jauh datang kesini langsung disuguhi Edgar yang tertidur sambil nangis tuh.” Celetuk perempuan dengan tampang ayu itu yang sedang memakai dress hitam selutut dengan rompi rajut.“Entah. Tabok aja pipinya nanti juga bangun dari mimpi buruknya.” Sahut saudari dari perempuan tadi yang berpenampilan ala rocker itu.“Gue sih ga tega ya. Bisa aja dia lagi mimpi tentang kejadian 10 tahun yang lalu kan?” Ucap salah satu teman karib sejak zigot dari Edgar.“Hmm. Yah…” Gumam teman karib sejak zigot dari lelaki pemilik rumah itu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.“Ah apa sih berisik deh kalian, gue lagi mimpi sedih banget tau ini, jadi kebangun kan gue. Yah, gimana ya nasib mereka….” Omel Edgar kepada si kembar tak seiras tersebut.“Yaelah bangun-bangun ni anak malah marah-marah, mimpi apa sih lo? Tabrakan?” Tanya Bintang sedikit kesal karena kehadirannya dan saudarinya tidak disambut dahulu oleh sang pemilik rumah.“Loh? Kok tau? Lo cenayang? Atau lo bisa nerawang mimpi orang lain gitu, Bin?” Cercah Edgar.“Ya kali. Aneh-aneh aja deh lo asli, Gar.” Sanggah Bintang memasang raut muka aneh.Akhirnya Edgar menceritakan keseluruhan mimpinya hari ini. Ia mengatakan jika nama dua anak perempuan di mimpinya sama dengan mereka berdua dan ada anak laki-laki bernama Devan. Bulan dan Bintang hampir selalu melirik satu sama lain saat Edgar menceritakan bagian-bagian yang menurutnya seru.“Kalian kenapa diem aja sih? Cerita gue ngebosenin ya? Iya gue tau ini cuma kisah tentang para bocah tapi—” (Omongan Edgar terpotong)“Gar. Keknya sekarang saat yang tepat buat kita menceritakan sesuatu ke lo.” Celetuk Bulan.“Hah? Apa? Semoga yang akan lo jelasin ini ngebantu gue ngilangin rasa ganjel gue sekarang.” Ungkap Edgar.“Oke. Gue harap lo bisa dengerin apa yang akan gue ungkap sampai selesai dengan tenang karena ini fakta yang lo ga ketahui tentang diri lo sendiri.

0 Komentar